Jumat, 07 Oktober 2016

BUMI DALAM TATA SURYA

BUMI DALAM TATA SURYA
Gambar 1. Penciptaan Alam Semesta Menurut Pandangan Islam

     Proses bagaimana terjadinya Bumi dan Tata Surya telah lama menjadi bahan perdebatan diantara para ilmuwan. Banyak pemikiran yang telah dikemukakan untuk menjelaskan terjadinya planet – planet yang menghuni Tata Surya. Hingga sekarang telah banyak teori yang dikemukakan oleh para ilmuwan tentang pembentukan Tata Surya se[erti teori kabut (Imanuel Kant dan Piere Simon LaPlace), Teori bintang kembar, dan teori big bang. Kali ini saya akan membahas tentang pembentukan Tata Surya menurut teori Big Bang (Teori ledakan dahsyat atau teori dentuman besar).
TEORI BIG BANG
Gambar 2. Teori Big Bang


     Teori Ledakan Besar atau teori big bang adalah teori yang didasarkan pada asumsi bahwa alam semesta berasal dari keadaan panas dan padat yang mengalami ledakan dasyat dan mengembang. Semua galaksi di alam semesta akan memuai dan menjauhi pusat ledakan. Teori ini menyatakan bahwa alam semesta ini berasal dari kondisi super padat dan panas, ang kemudian mengembang sekitar 13.700 juta tahun lalu. Teori ini dikemukakan oleh Stephen Hawking.
     Para ilmuwan percaya bahwa Big Bang membentuk sistem tata surya. Ide sentral dari teori ini adalah bahwa teori relativitas umum dapat dikombinasikan dengan hasil pemantauan dalam skala besar pada pergerakan galaksi terhadap satu sama lain, dan meramalkan bahwa suatu saat alam semesta akan kembali atau terus. Konsekuensi alami dari Teori Big Bang yaitu pada masa lampau alam semesta mempunyai suhu yang jauh lebih tinggi dan kerapatan yang jauh lebih tinggi.
     Pada abad ke-21 melalui sejumlah percobaan, pengamatan, dan perhitungan., disika modern telah mencapai kesimpulan bahwa keseluruhan alam semesta beserta dimensi materi dan waktu, muncul sebagai ada sebagai hasil dari suatu ledakan raksasa yang terjadi dalam sekejap. Peristiwa ini dikenal dengan Ledakan Maha Dahsyat “Big Bang”, membentuk keseluruhan alam semesta sekitar 15 milyar tahun yang lalu. Jagat raya terciptadari suatu ketiadaan sebagai hasil dari ledakan suatu titik tunggal. Pada awalnya alam semesta ini berupa satu massa mahapadat dengan ukuran maha kecil yang kemudian mengalami reaksi radioaktif dan akhirnya menghasilkan ledakan maha dahsyat.


SUSUNAN INTERIOR BUMI
Gambar 3. Susunan Interior Bumi

     Lapisan interior bumi hingga saat ini masih menjadi misteri mengenai wujud yang sebenarnya karena belum ada alat yang mampu menembusnya. Lalu bagaimana manusia mengetahui susunan lapisan penyusun  bumi dari atas hingga bawah?.  Jawabannya adalah menggunakan metode Geofisika.
     Susunan interior bumi dapat diketahui berdasarkan dari sifat – sifat fisika bumi (geofisika). Sebagaimana kita ketahui bahwa bumi mempunyai sifat – sifat fisik seperti misalnya gaya tarik (gravitasi), kemagnetan, kelistrikan, merambatkan gelombang (seismik), dan sifat fisika lainnya. Melalui sifat fisika bumi inilah para ahli geofisika mempelajari susunan bumi, yaitu misalnya dengan metoda pengukuran gravitasi bumi (gaya tarik bumi), sifat kemagnetan bumi, sifat penghantarkan arus listrik, dan sifat menghantarkan gelombang seismik.
     Metoda seismik adalah salah satu metoda dalam ilmu geofisika yang mengukur sifat rambat gelombang seismik yang menjalar di dalam bumi. Pada dasarnya gelombang seismik dapat diurai menjadi gelombang Primer (P) atau gelombang Longitudinal dan gelombang Sekunder (S) atau gelombang Transversal. Sifat rambat kedua jenis gelombang ini sangat dipengaruhi oleh sifat dari material yang dilaluinya. Gelombang P dapat menjalar pada material berfasa padat maupun cair, sedangkan gelombang S tidak dapat menjalar pada materi yang berfasa cair. Perpedaan sifat rambat kedua jenis gelombang inilah yang dipakai untuk mengetahui jenis material dari interior bumi.
     Ada dua pandangan fundamental dalam pembagian stratifikasi interior planet bumi. Yang pertama didasarkan dari perbedaan mineralogi dan komposisi kimia, misalnya minyak yang mengambang di atas air dikarenakan komposisi kimia yang berbeda. Berikutnya didasarkan pada perubahan sifat fisik batuan/material dari pusat sampai bagian terluar planet bumi. Misalnya, minyak dan air memiliki sifat mekanik yang sama (fluida). Di sisi lain, air dan es memiliki komposisi yang sama, tapi air adalah fluida dengan sifat mekanik yang jauh berbeda dari es yang bersifat padat.
Gambar 4. Pembagian lapisan interior bumi

     Chemical/Mineralogic Stratification
  1. Kerak benua: tersusun dari batuan yang densitasnya rendah seperti granit (~2.7 g/cm3). Ketebalan mulai dari 15 – 70 km, dan bisa mencapai 100 km di daerah sabuk pegunungan seperti Himalaya.
  2. Kerak samudera: seluruhnya tersusun dari ekstrusi basal di mid-ocean ridges, densitas (~3.0 g/cm3). Jauh lebih tipis dari kerak benua, mulai dari 5 – 10 km.
  3. Mantel: tersusun dari batuan yang densitasnya tinggi, peridotit (~3.4 g/cm3). Mengandung sebagian besar olivin. Bagian atas mantel bersifat kaku seperti kerak, dan bagian bawahnya bersifat lunak.
  4. Core (Inti): tersusun dari besi dan nikel, densitas sangat tinggi (10 – 13 g/cm3).

     Mechanical (Rheologic) Stratification
  1. Lithosphere : bersifat kaku, ketebalan berkisar dari 5-200 km.
  2. Asthenosphere : bersifat lunak karena batuan yang ada di lapisan ini sudah mendekati titik leburnya, mengalir seperti cairan yang sangat kental. Perlu untuk dicatat bahwa meskipun astenosfer bisa "mengalir", bukan berarti adalah cairan. Oleh karena itu gelombang S dan P bisa melewati lapisan ini.
  3. Mesosphere : merupakan bagian terdalam dan paling tebal dari mantel. Bersifat kaku, pada kedalaman sekitar 660 km, tekanan dan suhu semakain besar sehingga mantel tidak lagi mengalir.
  4. Outer core : bersifat liquid, dimana cairan besi dan nikel mengalir mengatur medan magnet global. Tidak bisa dilewati oleh gelombang S.
  5. Inner core : bersifat solid, titik lebur semakin meningkat karena tekanan di lapisan ini sangat ekstrim.

Pada setiap lapisan bumi memiliki batas khusus yang memisahkan antara lapisan satu dengan lapisan lainnya. Batas tersebut adalah:
a.       Bidang Moho (Mohorovicic Discontinuity) adalah batas antara kerak dengan mantel bumi.
Bidang Lehmann (Lehmann Discontinuity) adalah batas antara inti luar dengan inti dalam.



Sumber:

Treman, I Wayan. 2014. Geologi Dasar. Singaraja: Graha Ilmu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar