Senin, 31 Oktober 2016

GEODINAMIKA

GEODINAMIKA

Pengertian
     Apakah geodinamika itu, Geodinamika adalah studi tentang proses-proses dasar fisika untuk memahami lempeng tektonik dan berbagai fenomena geologi (Turcotte dan Schubert, 2002). Melalui pendekana-pendekatan di dalam geodinamika, dapat diketahui segala aspek yang berkaitan dengan proses dinamis pada lapisan lapisan bumi. Terutama menyangkut tentang lempeng litosfer. Proses-proses yang berkaitan dengan lempeng litosfer sangat penting untuk diketahui agar teori-teori mengenai proses dinamis pada kerak bumi dapat selaras dan dengan pendekatan-pendekatan yang ada, dapat pula dipahami tentang proses pembentukan berbagai bentuk topografi di kerak bumi.
     Lempeng tektonik menjadi pembahasan yang cukup masif di dalam geodinamika. Lempeng tektonik merupakan suatu medel dimana kulit luar dari bumi dibagi menjadi beberapa lempeng tipis dan rigid yang bergerak relatif antara satu dan yang lain. Pergerakan relatif ini memiliki kecepatan dengan derajat puluhan milimeter per tahun.

Teori Lempeng Tektonik
     Kata tektonik berasal dari bahasa Yunani ‘tektonikos’ yang berarti bangunan atau konstruksi. Teori lempeng tektonik adalah teori yang menjelaskan struktur kerak bumi sebagai hasil pemisahan litosfer ke dalam beberapa lempeng semi-tegar (semi-rigid), yang bergerak didorong oleh arus konveksi di dalam astenosfer. Gerakan lempeng litosfer ini mengakibatkan proses geodinamik, misalnya : terjadinya gempabumi, pembentukan pegunungan, proses metamorfosis batuan dan aktivitas vulkanik. Definisi dari teori lempeng tektonik menurut Microsoft Encarta adalah teori tentang gerakan hipotesis lempeng kerak bumi, suatu teori yang menjelaskan pergeseran benua, aktivitas seismik dan vulkanik, pembentukan jalur pegunungan hingga gerakan lempeng kerak bumi di atas bantuan mantel yang kurang rigid. Sedangkan lempeng tektonik merupakan suatu medel dimana kulit luar dari bumi dibagi menjadi beberapa lempeng tipis dan rigid yang bergerak relatif antara satu dan yang lain. Pergerakan relatif ini memiliki kecepatan dengan derajat puluhan milimeter per tahun. (Turcotte dan Schubert, 2002)
Gambar 1. Persebaran Lempeng Tektonik Di Separuh Dunia

Sejarah Teori Lempeng Tektonik
     Teori lempeng tektonik diawali oleh hipotesa pengapungan benua (continental drift) yang sudah diusulkan sejak tahun 1915. Namun pada waktu itu masih banyak yang meragukan kebenaran dari teori pengapungan benua. Salah satu penyebabnya adalah bahwa ketika itu semua bukti u=yang mendukung hipotesa pengapungan benua hanya berasal dari data daratan saja. Padahal, di kemudian hari terbukti bahwa sumber penggerak utama pergeseran benua berada di dasar samudra. Secara komprehensif teori pergeseran benua pertama kali disampaikan oleh Alfred Wegener, seorang ahli meteorologi bangsa Jerman, dalam bukunya tahun 1915 : The Origin of Continents and Ocean ( Asal-usul Benua dan Samudera). Wegener mendasarkan teorinya tidak hanya pada bentuk benua, tetapi juga pada bukti geologi, misalnya kemiripan fosil-fosil yang ditemukan di Brazil dan Afrika. Wegener menggambar sejumlah peta yang memperlihatkan tahapan-tahapan proses pergeseran benua. Diawali dengan sebuah massa daratan yang sangat besar, yang disebutnya Pangea (artinya ‘samudera daratan’). Diyakininya bahwa benua-benua yang terdiri atas batuan granit yang relatif ringan ‘mengapung’ di atas batuan dasar samudera (basalt) yang lebih berat.
     Dalam buku Our Wondering Continents, Du Toit (1937) menyatakan bahwa asal-usul super benua bukan satu, melainkan dua : Laurasia di bagian utara dan Gondwanaland di bagian selatan. Kedua benua tersebut dipisahkan oleh samudera Tethys. Herry Hess (1962) membuat hipotesa bahwa dasar samudera terbentuk pada poros punggung samudera dan bergerak menjauhi poros tersebut untuk membentuk suatu dasar samudera baru dalam proses yang disebut pemekaran dasar samudera ( sea floor spreading).
     Teori lempeng tektonik baru berkembang setelah 1960-an, ketika survei oseanografi telah cukup banyak memiliki data untuk membuat peta topografi regional dasar samudera. Data ini menunjukkan bahwa dasar samudera itu tidak datar, juga tidak mirip dengan permukaan daratan. Di dasar samudera ada suatu sistem retakan di sepanjang punggung samudera, dan ada sistem palung laut dalam di sepanjang pinggiran batas samudera. Kedua bentuk struktur ini merupakan daerah yang aktifitas seismiknya paling tinggi di dunia.      T.J. Wilson pada 1965 menemukan gagasan baru dari transform fault yang melengkapi jenis patahan yang dibutuhkan untuk menjelaskan mobilitas dari lempeng tektonik. Setahun setelah itu, T.J. Wilson mempublikasikan pemutakhiran mengenai teori lempeng tektoniknya serta mengenalkan konsepnya mengenai siklus lempeng tektonik yang dikenal sebagai siklus Wilson.
Gambar 2. Siklus Wilson

Bukti-bukti Pendukung Hipotesa Pergeseran Benua
     Untuk membuktikan kebenaran dari teori pergeseran benua, maka juga diperlukan untuk menyusun teori mengenai rekronstruksi dari benua yang bergeser itu sendiri. Agar dapat merekronstruksi secara akurat dan logis, diperlukan suatu model matematis yang dapat diterapkan dalam menjelaskan pergerakan dari lempeng tektonik. Hal ini dapat dipenuhi dengan menerapkan teorema Euler, yang dapat menjelaskan pergerakan suatu bidang pada permukaan bola. Setelah didapatkan suatu pendekatan dari rekronstruksi suatu benua, maka perlu dibuktikan bahwa mekanisme pergerakan benua memang benar-benar terjadi dan sesuai dengan teori-teori yang ada. Beberapa cakupan yang dapat memberikan bukti dari hipotesa pergeseran benua antara lain, Paleontologi, Struktur dan jenis batuan, Paleoglasiasi, Paleoklimatik.

Bukti Paleontologi
Gambar 3. Contoh Bukti Paleontologi

     Pergeseran benua telah memberikan dampak pada distribusi dari binatang dan tanaman purba (Briggs, 1987) dengan membuat batas untuk memisahkan antar populasi. Salah satu contoh yang jelas adalah pertumbuhan pemekaran antara dua pecahan superkontinen yang mencegah migrasi antara kedua sisi kontinen yang terpisah. Distribusi masa lampau dari tetrapoda menandakan bahwa ada suatu hubungan antara Gondwana dan Laurasia. Sisa dari reptil Mesosaurus ditemukan di Brazil dan Afrika selatan. Walaupun hewan ini dapat beradaptasi dengan berenang, namun sangat tidak mungkin Mesosaurus dapat menjelajahi samudera Atlantik untuk dapat bermigrasi dari selatan Afrika menuju Brazil atau sebaliknya. Tentu saja hal ini dapat terjadi dan sangat mudah untuk dijelaskan jika kedua bagian tersebut dulunya merupakan satu kesatuan.
Contoh lain adalah reptil mirip mamalia yg termasuk dlm genus Lystrosaurus yang hanya dapat hidup di daratan. Ternyata fosilnya ditemukan dlm jumlah besar di Afrika Selatan, Amerika Selatan dan Asia, serta pd tahun 1969 tim ekspedisi Amerika Serikat menemukannya juga di Antartika. Jadi genus tersebut menghuni semua benua bagian selatan. Ada pendapat yang menyatakan kemungkinan dulu ada daratan yang menjadi jembatan penghubung benua-benua tersebut sehingga memungkinkan penyebaran Lystrosaurus di berbagai bagian dunia yang berjauhan. Pendapat ini terbantah oleh kenyataan bahwa survei dasar samudera menunjuk-kan tidak pernah ada bekas jembatan daratan yang telah tenggelam.
Paleobotani juga menunjukkan pola yang mirip dari pemisahan benua. Fosil biji-bijian pakis Glossopteris telah ditemukan dlm batuan-batuan yg berumur sama di Amerika Selatan, Afrika Selatan, Australia dan India, serta di Antartika sekitar 480 km dari Kutub Selatan. Biji-bijian matang tanaman pakis tersebut berdiameter beberapa milimeter, terlalu besar untuk dapat disebarluaskan oleh angin menyeberangi samudera Atlantik.
Sedikit bukti yang jelas lainnya adalah keterkaitan suatu populasi makhluk hidup dengan iklim. Sebagai dampak dari pergeseran benua secara latitudinal akan menyebabkan kondisi iklim yang tidak sesuai untuk organisme tertentu. Dan juga proses dari lempeng tektonik dapat menyebabkan perubahan topografi dan merubah habitat yang tersedia untuk organisme tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar